LAPORAN
HASIL WISATA EDUKATIF SEJARAH INDONESIA
CANDI
BOROBUDUR DAN PURAWISATA
Disusun
untuk memenuhi tugas kelas X Tahun pelajaran 2016/2017

Disusun oleh:
Nama : Hilda Mega Ayu Kumala
No.Abs : 19
Kelas : X BAHASA

PEMERINTAH
KABUPATEN KUDUS DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA
NEGERI 1 GEBOG KUDUS
Jln.PR
Sukun Gebog, Telp.(0291)434176 Kudus.59354
LATAR
BELAKANG BERDIRINYA CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur
kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah
satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur
merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta
berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari
kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur
berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah
gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan
Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi. Bangunan Borobudur berbentuk
punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x 123 meter. Tingginya
42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat
paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief
dan 504 stupa Budha di kompleksnya.
Borobudur ( Karwa Wibhangga ) menunjukan huruf sejenis dengan yang di
dapatkan dari prasati di akhir abad ke – 8 sampai awal abad ke – 9 dari bukti –
bukti tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di dirikan sekitar tahun
800 M.
Candi Borobudur Bercorak BUDHA,Candi
Budha di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Fungsi utama
candi buddha adalah sebagai tempat pemujaan
Struktur
candi terbagi menjadi 3 yaitu kamadatu, rupadatu, dan arupadatu
Terdapat
stupa di puncak candi
Terdapat
patung buddha
Candi utama
berada di tengah candi- candi kecil seperti di candi borobudur
Relief pada
candi memberikan cerita tersendiri
Bentuk
bangunan cenderung tambun
Pada pintu
candi terdapat Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah dengan makara
ganda di masing - masing sisi pintu
Bentuk bangunan cenderung tambun
Pada pintu candi terdapat Kala dengan mulut menganga
tanpa rahang bawah dengan makara ganda di masing - masing sisi pintu
Tingkatan dalam candi Buddha
- Arupadhatu
Tingkatan paling atas dari sebuuah candi Buddha adalah arupadhatu, arupadhatu memiliki arti tidak berupa atau berwujud. Pada tingkatan ini melambangkan seorang manusia yang sudah tidak memiliki nafsu dan ikatan namun belum sampai tingkatan nirwana. Bentuk dari arupadhatu adalah stupa yang memiliki rongga dimana didalamnya terdapat patung Buddha. Di tingkatan tertinggi Borobudur sendiri terdapat 10 stupa dan satu stupa terbesar berada di bagian paling atas Borobudur. Di dalam stupa terbesar tersebut dulu terdapat patung Buddha yang tidak sempurna atau unfinished Buddha namun sekarang dipindah ke museum Karmawibhangga. - Rupadhatu
Rupadhatu melambangkan dunia yang telah terbebas dari nafsu namun masih memiliki rupa dan bentuk. Rupadhatu juga melambangkan alam antara yaitu sebagai penjembatan antara alam bawah (kamadhatu) dan alam atas (arupadhatu). Di Candi Borobudur rupadhatu terdapat relief yang menggambarkan keseharian buddha ketika memulai melakukan pengajaran Buddha di taman Lumbiri. - Kamadhatu
Kamadhatu merupakan tingkatan paling bawah dari candi Buddha. Tingkatan ini merupakan perlambang dari dunia manusia yang penuh nafsu. Disinilah terbentuk hawa nafsu yang bertentangan dengan ajaran dan ideologi Buddha. Selain itu bisa juga diartikan sebagai perlambang kehidupan manusia anak - anak yang masih memanjakan dirinya dengan hawa nafsu, kehidupan duniawi, hedonis, dan egois.
RELIEF
Tingkat I
Dinding atas relief Lalitavistara
(120 panil)
Dinding bawah relief Manohara
dan Avadana (120 panil)
Tingkat II
Dinding relief Gandawyuha (128
panil)
dan Langkan relief Jataka/Avadana
(100 panil)
Langkan bawah (kisah binatang)
relief Jatakamala (372 panil)
dan Langkan atas (kisah binatang)
relief Jataka (128 panil)
Tingkat III:
Dinding relief Gandawyuha (88 panil)
STUPA
Di kalangan Buddha, stupa
menjadi tempat menyimpan abu sang buddha sendiri. Setelah wafat lalu dikremasi,
abu buddha disimpan dalam delapan stupa terpisah yang didirikan di India
Utara. Dalam perkembangannya, stupa menjadi lambang Buddhisme itu
sendiri.
Dalam perkembangannya, stupa
menjadi lambang Buddhisme itu sendiri. Semasa pemerintahan Ashoka, dibangun banyak stupa untuk
menanandakan kedudukan Budddha sebagai agama utama di India. Demikian pula di
Asia Timur dan Asia Tenggara, stupa didirikan sebagai bukti pengakuan terhadap
Buddhisme di wilayah yang bersangkutan. Bagi kita sekarang, stupa dapat menjadi
petunjuk seberapa luas Buddhime tersebar di suatu wilayah.
Sebagai lambang peerjalanan sang Budddha masuk ke nirwana, bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan maknanya tidak jauh berbeda dengan candi.
Sebagai lambang peerjalanan sang Budddha masuk ke nirwana, bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan maknanya tidak jauh berbeda dengan candi.


MITOS
TENTANG BOROBUDUR
1.Singo WurungAda juga mitos mengenai Singa Urung, yaitu sebutan masyarakat sekitar untuk sepasang arca singa pada sebelah kanan dan kiri tangga naik candi. Menurut cerita, sepasang kekasih yang lewat di antara kedua arca tersebut hubungannya tidak akan sampai pada jenjang pernikahan. Urung dalam bahasa Jawa dapat diartikan gagal.
2.Gunadharma Tertidur
Pada sebelah
selatan Candi Borobudur terdapat perbukitan Menoreh. Bila diamati dari puncak
candi, deretan perbukitan tersebut akan tampak seperti sesosok manusia sedang
tertidur dengan kepala berada pada bagian barat. Menurut mitos, perbukitan
tersebut merupakan jelmaan Gunadharma, yang disebut sebagai arsitek Candi
Borobudur. Dikatakan bahwa dia beristirahat setelah melakuan pengerjaan candi yang
memakan waktu hingga seratus tahun. Ada juga cerita yang mengatakan bahwa
dulunya daerah sekitar Candi Borobudur merupakan danau. Cerita tersebut
diperkuat dengan nama-nama desa di sekitar candi yang berkaitan dengan unsur
air, seperti Sabrangrawa, Bumi Segara, Tuk Sanga, Ngaran, dll.
3.Arca Kunto
Bimo 
PATUNG
SANG BUDHA

Waktu kelahiran dan kematiannya tidaklah pasti: sebagian besar sejarawan dari awal abad ke 20 memperkirakan kehidupannya antara tahun 563 SM sampai 483 SM, ada juga yang menyebut tahun 623 SM sampai 543 SM; baru-baru ini, pada suatu simposium para ahli akan masalah ini,[3] sebagian besar dari ilmuwan yang menjelaskan pendapat memperkirakan tanggal berkisar antara 20 tahun antara tahun 400 SM untuk waktu meninggal dunianya, sedangkan yang lain menyokong perkiraan tanggal yang lebih awal atau waktu setelahnya.
Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya. Berbagai kumpulan perlengkapan pengajaran akan Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk tulisan pertama kali dilakukan sekitar 400 tahun kemudian. Pelajar-pelajar dari negara Barat lebih condong untuk menerima biografi Buddha yang dijelaskan dalam naskah Agama Buddha sebagai catatan sejarah, tetapi belakangan ini "keseganan pelajar negara Barat meningkat dalam memberikan pernyataan yang tidak sesuai mengenai fakta historis akan kehidupan dan pengajaran Buddha.
AKULTURASI
BUDAYA INDIA DAN INDONESIA
1. Contoh Akulturasi Seni Rupa dan
Seni Ukir
Adanya pengaruh dari India tentu
saja membawa perkembangan di dalam bidang Seni Rupa, ukir maupun pahat. Hal ini
kenyataannya bisa disaksikan pada seni ukir atau relief-relief yang
dipahat di bagian dinding candi. Misalkan Relief yang dipahat pada
Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat sang Buddha.
2. Contoh Akulturasi Seni Bangunan
Bentuk bangunan candi di Indonesia
pada umumnya adalah bentuk akulturasi antara unsur budaya Hindu Budha dengan
budaya Lokal asli Indonesia. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan
Buddha / dewa, serta bagian dari stupa dan candi merupakan unsur-unsur dari
India. Bentuk candi di Indonesia pada hakikatnya merupakan punden berundak yang
tidak lain merupakan unsur asli Indonesia. Candi Borobudur adalah salah satu
dari contoh akulturasi tersebut.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan
Sriwijaya
Baca Juga: Sejarah Kerajaan
Majapahit
3. Contoh Akulturasi Seni Aksara dan
Seni Sastra
Masuknya budaya India di Indonesia
membawa pengaruh perkembangan seni sastra yang cukup besar di Indonesia. Seni
Sastra pada masa itu ada yang berbentuk puisi dan ada juga yang berbentuk
prosa. dilihar dari isinya, kesusastraan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
- Kitab hukum
- Tutur (Pitutur kitab keagamaan)
- Wiracarita (Kepahlawanan)
Bentuk wiracarita sangat populer di
Indonesia. Misal seperti Bharatayuda, yang digubah Mpu Panuluh
dan Mpu Sedah.
Karya Sastra yang semakin berkembang
terutama yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata ini, yang telah
memunculkan seni pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit yang
ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sudah sangat mendarah familiar.
Cerita di dalam pertunjukan wayang kulit ini berasal dari India, namun
wayangnya berasal dari Indonesia asli.
4. Contoh Akulturasi Seni
Pertunjukan
JLA Brandes berpendapat bahwa
Gamelan adalah salah satu instrumen diantara seni pertunjukan asil yang
dimiliki oleh Indonesia sebelum unsur-unsur budaya dari India masuk. Selama
berabad-abad, gamelan telah mengalami perkembangan dengan masuknya unsur budaya
baru baik pada segi bentuk maupun kualitas.
Macam-macam gamelan itu sendiri
dapat dikelompokkan dalam:
- Xylophones
- Chordophones
- Membranophones
- Aerophones
- Tidophones
5. Contoh Akulturasi Sistem
Kepercayaan
Sejak masa pra aksara, masyarakat di
Kepulauan Indonesia sudah mengenali adanya simbol-simbol yang bermakna
filosofis. misalnya jika terddapat orang yang meninggal, di dalam kuburnya
disertai dengan beberapa benda. Diantara benda tersebut biasanya terdapat
lukisan orang yang sedang naik perahu, yang bermakna bahwa orang yang telah
wafat, rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan
yakni alam baka.
Masyarakat pada kala itu sudah
percaya bahwa adanya kehidupan setelah mati yakni sebagai roh-roh halus. Maka,
roh nenek moyang mereka dipuja oleh orang yang masih hidup.
Sesudah Masuknya pengaruh India,
kepercayaan atas roh halus tidak hilang. Contohnya bisa dilihat pada fungsi
candi. Fungsi kuil atau candi di India ialah sebagai tempat pemujaan. Sedang Di
Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja
atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang sudah meninggal. Hal Ini jelas
sebagai perpaduan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman serta
pemujaan roh nenek moyang yang sudah ada di Indonesia.
6. Contoh Akulturasi Arsitektur
Bangunan keagamaan seperti candi sangat dikenal pada
masa Hindu Budha. Hal tersebut terlihat jelas di mana pada sosok bangunan
sakral peninggalan Hindu, seperti Cadi Gedungsongo maupun Candi Sewu.
Bangunan pertapaan wihara juga merupakan bangunan yang berundak.
Terlihat di beberapa Candi Tikus, Candi Jalatunda, dan Candi Plaosan.
Bangunan suci berundak tersebut
sebenarnya telah berkembang pada zaman pra aksara, yang menggambarkan alam
semesta yang bertingkat. Tingkat paling atas adalah tempat semayam para roh
leluhur (nenek moyang).
7. Contoh Akulturasi Sistem
Pemerintahan
Sesudah datangnya Budaya India di
Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan
yang dimaksud ialah semacam pemerintah di suatu daerah tertentu (seperti desa).
Rakyat mengangkat seorang kepala suku (pemimpin). Orang yang dipilih
sebagai kepala suku biasanya orang yang sudah tua (senior) dapat membimbing,
berwibawa, arif, memiliki kelebihan tertentu seperti di bidang ekonomi dan
biasanya dianggap mempunyai semacam kekuatan gaib atau kesaktian.
Sesudah pengaruh budaya India masuk,
maka pemimpin tadi diubah menjadi raja kemudian wilayahnya disebut sebagai
wilayah kerajaan. Contoh nya seperti di Kutai.
KISAH RAMAYANA

Dikisahkan di sebuah negeri bernama
Mantili ada seorang puteri nan cantik jelita bernama Dewi Shinta. Dia seorang
puteri raja negeri Mantili yaitu Prabu Janaka. Suatu hari sang Prabu mengadakan
sayembara untuk mendapatkan sang Pangeran bagi puteri tercintanya yaitu Shinta,
dan akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh Putera Mahkota Kerajaan Ayodya,
yang bernama Raden Rama Wijaya. Namun dalam kisah ini ada juga seorang raja
Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan
kepada Dewi Shinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan
Rahwana, Shinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini
diimpikannya. Dalam sebuah perjalanan Rama dan Shinta dan disertai Lesmana
adiknya, sedang melewati hutan belantara yang dinamakan hutan Dandaka, si
raksasa Prabu Rahwana mengintai mereka bertiga, khususnya Shinta. Rahwana ingin
menculik Shinta untuk dibawa ke istananya dan dijadikan istri, dengan siasatnya
Rahwana mengubah seorang hambanya bernama Marica menjadi seekor kijang kencana.
Dengan tujuan memancing Rama pergi memburu kijang ‘jadi-jadian’ itu, karena
Dewi Shinta menginginkannya. Dan memang benar setelah melihat keelokan kijang
tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Karena permintaan sang istri
tercinta maka Rama berusaha mengejar kijang seorang diri sedang Shinta dan
Lesmana menunggui.
Dalam waktu sudah cukup lama ditinggal
berburu, Shinta mulai mencemaskan Rama, maka meminta Lesmana untuk mencarinya.
Sebelum meninggalkan Shinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat
perlindungan guna menjaga keselamatan Shinta yaitu dengan membuat lingkaran
magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota
badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh
bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana
mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis
tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar yaitu dengan
mengubah diri menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta
untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Shinta mengulurkan
tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar
ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh
sedikitpun! Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia menangkap
tangan dan menarik Shinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh Rahwana,
Shinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan pulang itu
terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu yang hendak
menolong Dewi Shinta. Jatayu dapat mengenali Shinta sebagai puteri dari Janaka
yang merupakan teman baiknya, namun dalam
pertempuan itu Jatayu dapat dikalahkan Rahwana.
Disaat yang sama Rama terus memburu
kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah
kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan
pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya
Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil
menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta
ditinggal sendirian, namun sesampainya Shinta tidak ditemukan. Selanjutnya
mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama
mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya
tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui
bahwa yang menculik Shinta adalah Rahwana! Setelah menceritakan semuanya
akhirnya si burung garuda ini meninggal.
Mereka
berdua memutuskan untuk melakukan perjalanan ke istana Rahwana dan ditengah
jalan mereka bertemu dengan seekor kera putih bernama Hanuman yang sedang
mencari para satria guna mengalahkan Subali. Subali adalah kakak dari Sugriwa
paman dari Hanuman, Sang kakak merebut kekasih adiknya yaitu Dewi Tara. Singkat
cerita Rama bersedia membantu mengalahkan Subali, dan akhirnya usaha itu
berhasil dengan kembalinya Dewi Tara menjadi istri Sugriwa. Pada kesempatan itu
pula Rama menceritakan perjalanannya akan dilanjutkan bersama Lesmana untuk
mencari Dewi Shinta sang istri yang diculik Rahwana di istana Alengka. Karena
merasa berutang budi pada Rama maka Sugriwa menawarkan bantuannya dalam
menemukan kembali Shinta, yaitu dimulai dengan mengutus Hanuman persi ke istana
Alengka mencari tahu Rahwana menyembunyikan Shinta dan mengetahui kekuatan
pasukan Rahwana.
Taman
Argasoka adalah taman kerajaan Alengka tempat dimana Shinta menghabiskan
hari-hari penantiannya dijemput kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka Shinta
ditemani oleh Trijata kemenakan Rahwana, selain itu juga berusaha membujuk
Shinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana
meminta dan ‘memaksa’ Shinta menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai
Rahwana habis kesabarannya yaitu ingin membunuh Shinta namun dapat dicegah oleh
Trijata. Di dalam kesedihan Shinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah
lantunan lagu oleh seekor kera putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya.
Setelah kehadirannya diketahui Shinta, segera Hanuman menghadap untuk
menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama. Setelah selesai
menyampaikan maskudnya Hanuman segera ingin mengetahui kekuatan kerajaan
Alengka. Caranya dengan membuat keonaran yaitu merusak keindahan taman, dan
akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera Rahwana dan kemudian dibawa ke
Rahwana. Karena marahnya Hanuman akan dibunuh tetapi dicegah oleh Kumbakarna
adiknya, karena dianggap menentang, maka Kumbakarna diusir dari kerjaan
Alengka. Tapi akhirnya Hanuman tetap dijatuhi hukuman yaitu dengan dibakar
hidup-hidup, tetapi bukannya mati tetapi Hanuman membakar kerajaan Alengka dan
berhasil meloloskan diri. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman menceritakan semua
kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama. Setelah adanya laporan itu, maka Rama
memutuskan untuk berangkat menyerang kerajaan Alengka dan diikuti pula pasukan
kera pimpinan Hanuman.
Setibanya
di istana Rahwana terjadi peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin
oleh Indrajid. Dalam pertempuran ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya
Indrajit. Alengka terdesak oleh bala tentara Rama, maka Kumbakarna raksasa yang
bijaksana diminta oleh Rahwana menjadi senopati perang. Kumbakarna menyanggupi
tetapi bukannya untuk membela kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela
bangsa dan negara Alengkadiraja.Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat
dikalahkan dan gugur sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik,
akhirnya Rahwana menghadapi sendiri Rama. Pad akhir pertempuran ini Rahwana
juga dapat dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahmana mati kena panah
pusaka Rama dan dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.
Setelah
semua pertempuran yang dasyat itu dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama
dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan
diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Shinta, akan tetapi Rama
menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama Shinta berada di kerajaan
Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar
diri. Karena kebenaran kesucian Shinta dan pertolongan Dewa Api, Shinta selamat
dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama
menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah
ini mereka kembali ke istananya masing-masing.